Edisi 5/5 Mengenang Agus A. Alua : Alter-Kristus Pejuang Papua

 

Mengenang Agus A. Alua : Alter-Kristus Pejuang Papua

(Pembebasan Harus Kena Konteks Bukan Kena Kosong:

Arti pembebasan Antropologis, Spritual (iman) dan Politis)

 

Oleh, Mikael H. Aud

Agus A. Alua  tokoh patriot tercinta pejuang pembebasan Papua  yang meninggal secara misterius di bumi Papua pada Kamis, 7 April 2011 silam. Tepat Jumat Agung (7 April 2023) hari pengenangan kematian Yesus Kristus di dunia, saat yang bersamaan di bumi Papua bersama manusia, alam semesta, leluhur dan Tuhan akan menggenang juga kepergiaan Alua. Tokoh asal Papua yang namanya tidak dimakan waktu apalagi di denyut perjuanagan pembebasan Papua. Dia adalah salah satu tokoh dari ribuan tokoh pejuang  yang kritis, cemerlang, vocal yang selalu berpihak pada rakyat/umat melalui karya, dedikasi, gagasan, perlawanan, keputusan, tanpa harus tunduk pada peguasa penjajah.

Dalam berbagai buku yang ditulisnya dan dari pengakuan banyak orang bahwa Alua terkenal dengan gagasan “harus kena konteks bukan kena kosong.” Refleksi atas gagasan itu banyak yang mengaitkannya sini-sana, lantas pada saat yang bersamaan diidetifikasi dari jiwa patrioitik, kritis, karya dan perjuangannya maka sebetulnya Alua mengungkapkan makna perjuangan Papua harus kena konteks bukan kena kosong. Arti konpleksnya adalah kesejatian menjadi alter Kristus harus di dalam penderitaan, penindasan, secara terlibat hingga pertaruhan nyawa bagi yang lain. Dan dia menunjukan itu tatkalah “Alter-Kristus” yang hadir di tengah-tengah penderintaan orang Papua dalam genjatan penguasa Indonesia hingga nyawa pun diterkam secara misterius.

Potret Riwayat-Kematian Agus A. Alue Alua

Agus A. Alua dilahirkan di dusun Helekenharek, desa Wenabubaga, distrik Kurulu-Wamena Papua. Dia dilahirkan oleh kedua orangtua buta huruf berbusana holim (koteka) dan yokal (cawat). Karena itu tidak tahu persis tanggal kelahirannya (Agus pun mengaku demikian). Namun beberapa perkiraan dari Agus A. Alua sendiri pada tanggal masuk pendidikan diumur 10 tahun maka dituliskan bahwa Alua lahir tahun 60-an saat Papua dintegrasikan ke Inddonesia. Karena sejak usia dini dia ditangkap oleh “patroli” malam dari seorang guru bernama Karel Boma untuk disekolahkan Sekolah Dasar (SD) di SD YPPK Wenabubuga, Paroki Yiwika pada tahun 1969 saat bertepatan PEPERA cacat hukum dan moral dilakukan oleh Indonesia.

Setelah 3 tahun SD YPPK di Wenabubuga, dia dipindahkan kelas IV ke SD YPPK induk di Yiwika dan tamat pada tahun 1974 sebagai alumnus beprestasi di SD YPPK St. Matius Yiwika. Setelah itu atas usaha pastor paroki Yiwika, dia dilanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) YPPK St. Thomas Wamena, dan tinggal di asrama Don Bosco-hingga tamat pada tahun 1977 saat gencarnya peristiwa Wamena berdarah yang mecuat karena permintaan lepas dari integrasi Indoensia. Akibatnya Alua disekolahkan oleh misi Katolik setelah nangur satu tahun pada tahun 1981 di SMA Gabungan, Dok V Jayapura dan tinggal di di asrama Taruana Jaya-hingga tamat pada tahun 1981.

Kemudian Agus melamar menjadi petugas pastoral di Keuskupan Jayapura, lantas uskup Herman Munninghof OFM memberikan rekomendasi untuk kuliah di STFT di Abepura pada tahun 1981. Dan melalui prestasinya Agus pun memenangkan sayembara nama STFT yang kini ditambah “Fajar Timur” (menjadi STFT “Fajar Timur”) pada tahun 1983. Tamat S-1 pada tahun 1985 skripsi berjudul “ Persolan Sekitar Kebangkitan Badan Yesus”, dan setahun praktek pastoral di Moanemani (Paniai). Lalu melanjutkan S-2 interen gerejawi katolik di STFT “Fajar Timur” pada tahun 1987 dan tamat tahun 1988 tepat dengan thesis “Gambaran Makhluk Ideal dalam Mitos-mitos Irian Sebelum dan Sesudah bertemu Kristus”. Setelah tamat, Agus langsung dipanggil menjadi asisten dosen selama satu tahun, dan melanjutkan formal gelar S-2 pada tahun 1989-1991 di bidang spesialisasi Alkitab Perjanjian Lama di STFT Jakarta. Setelah tamat S-2 dengan thesis “ Yahwe Seboat Gibbor Milbama dalam Tradisi Peperangan di Israel”, dia kembali mengajar di STFT “Fajar Timur”selama tiga tahun. Lalu, ia mengambil gelar (doctoral) licensiat Theologi  di Catholic University of Leuven Belgia pada tahun 1993-1995 yang lulus dengan thesis/disertasi “Jeremiah 31: 21-34, A Literacy Alisis dan Survey of Previous Studies”. Setelah tamat dengan gelar ahli di bidang Alkitab Perjanjian Lama, dia kembali menjadi dosen tetap pada tahun 1996 di STFT “Fajar Timur”. Pada tahun 2000 Agus A. Alua dipilih menjadi ketua sekolah STFT “Fajar Timur” sampai tahun 2005 menjabat periode kedua (akan berkahir 2008).

Sebelum menjadi ketua STFT “Fajar Timur”, sejak reformasi bergulir di Indonesia 1998 dan Asprasi pembebasan politik Papua sejak Juni-Agustus digerakan seluruh Tanah Papua, Alua terlibat sebagai pendamping mahasiswa dan rakyat_sekaligus mediasi aspirasi rakyat Papua melalui Forum Rekonsisliasi Masyarakat Irian Jaya (FORERI) yang dibentuk pada tahun 24 Juli 1998 di Kota Raja dari suluruh tokoh Papua. Dan Agus terlibat sebagai sekretaris sekaligus juru bicara Tim 100 Dialog Nasional yang diketuai oleh Tom Beanal sebagai Tim khusus FORERI, yang berpuncak pada tanggal 26 Februari 1999 dialog Papua-Jakarat dengan presiden Gusdur untuk perundingakan internasional (PBB). Yang selanjutnya terlibat dalam MUBES dan Kongres Papua II pada tahun 2000 sebagai tindak lanjuti Dilaog Nasional. Dan Agus menjadi sekretaris MUBES dan menjadi ketua panitia Kongres Papua II. Melalui Konres itu Agus dipilih menjadi Waki Sekretaris Presidium Dewan Papua (DPD). Resolusi  itu kemudian dipojokan oleh Megawati Putri dengan melengserkan Gusdur dan  mengeluarkan sosuli otonomi khusus 2001 sebagai jalan cacat moral di tubuh demokrasi bagi rakyat Papua atas tuntutan pembebasan. Hingga berujung pada pembunuhan Theys Hilo Eluay Ketua DPA pada 10 November 2001.  

Sebelum berakhir masa jabatan sebagai Ketua STFT “Fajar Timur” pada tahun 2008, Agus dijerat oleh kelompok tertentu (agamawan) untuk menjadi Ketua MRP pada tahun 2005-2010 dari perwakilan gereja Katolik Keuskupan Jayapura. MRP berfungsi sebagai lembaga representatif masyarakat Papua yang akan mengontrol jalannya OTSUS yang menjadi tumbal Papua Merdeka yang diatur dalam UU 21 Tahun 2001, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang MRP. Setelah menjabat sebagai ketua MRP, kebijakannya selalu menimbulkan kontroversi karena keberpihaknnya kepada rakyat Papua. Pertama, Agus pernah mengeluarkan surat agar pemerintah pusat mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2007 tentang Lambang Daerah. Dalam peraturan ini ditegaskan pelarangan penggunaan bendera Bintang Kejora karena dinilai sebagai lambang separatis. Kedua, Agus mengatur dalam rekomenasi SK No.14 Tahun 2009. Dalam SK tersebut berisi rekomendasi bahwa bupati/wakil bupati di Papua harus berasal dari orang asli Papua. Rekomenadasi Perdasus Lagu, Lambang, Bendera Kultur orang Asli papua sebagai panji kebesaran  (Hai tanahku Papua, Burung mambruk, Bintang Kejora) harus ditetapkan tapi akhirnya jakarta menolak dan mengeluarkan PP no. 77. Ketiga, MRP bersama Agus  menggelar musyawarah besar (mubes) bersama masyarakat Papua pada 9-10 Juni 2010. Melalui Mubes diumumkan 11 rekomendasi, dua hal penting adalah pelaksanaan otsus Papua telah gagal. Kedua dalam konteks itu, seluruh rakyat Papua bersatu dan menuntut dilakukan referendum. Akibatnya Jakarta  melabel Agus Alua sebagai bagian dari kelompok separatis yang ada dalam jajaran pimpinan MRP. Dan sudah menjadi incaran Kompasus yang terbongkar dalam Dokumen Rahasia Kopasus yang bocor di tangan pihak asing, Jurnalis dari amerika allan Nairm Judul Secret Files Show Kopassus, Indonesia’s Special Forces, Targets Papuan Churches, Civilians. Documents Leak from Notorious US-Backed Unit as Obama Lands in Indonesia, dengan terjemahan judul Indoensia adalah “Anatomi Separitis di Papua”. Satu tahun berjalan kemudian, Agus diteror melalui via telepon untuk mencabut tuntutan, namun ia tetap berdiri pada posisinya. Sebabnya, setelah pagi dia mengikuti kegiatan di Dok IV jayapura bersama Pemda Prov. Papua pada Kamis, 7 April, beliau ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di kamar.

Karya-Karya Tersohor

Agus tidak hanya menjadi pejuang pembebasan melalui tangan kosong. Dia menuliskan berbagai karya tersohor yang tersipan rapi di benak perjungan pembebasan pada masa kepemimpinannya. Karya-karya itu adalah, pertama Agus menerjemahkan nama Papua dengan judul “Asal-Usul Nama Papua diterbitkan Maret 1996; kedua tentang sejarah pembebasan yang dihasilkannya enam seri buku, yakni seri pertama berjudul “Papua Barat dari Pangkuan Ke Papua” pada tahun 2000, seri kedua berjudul “Dialog Nasional-Papua dan Indoensia pada tahun 2002, seri ketiga berjudul Mubes Papua-Jalan Sejarah, Jalan Kebenaran, seri keempat berjudul Kongres Papua II-Mari Kita Meluruskan Sejarah Papua Barat, seri kelima berjudul “Keterlibatan PBB Dalam Penentuan Nasib Sendiri di Irian diterbitkan 2002, dan seri keenam Peringatan 41 Tahun Tragedi Kejahatan Terhadapa Kemanusiaan di Tanah Papua dan Kemerdekaan Papua Barat; ketiga Agus menuliskan buku Karakteistik Dasar AGAMA-AGAMA MELANESIA yang diterbitkan pada tahun 2004; keempat, ia menusiskan Sejarah Gereja Papua-Hubula dengan judul “Pekebaran Permulaan Injil di Lembah Baliem diterbitkan 2005; kelima dia menuliskan tentang atropoligi Hubula dengan judul “Nilai-nilai Hidup Masyarakat Hubula di Lembah Baliem-Papua-diterbitkan pada tahun 2006 ;keenam Alua juga menuliskan mengenai katekis lokal dengan judul “Wenewolok di Lembah Baliem, Papua yang diterbitkan tahun 2007; serta masih banyak karya-karya belum dipublis.

Karya-karya ini mengandaikan suatu perpanduan antara pembebasan dari segi politik, spiritual dan budaya (manusia). Yang mengungkapkan suatu perjalanan bangsa Papua dalam penjajahan secara kongrit. Karena sesuai dengan gagasan yang dimilikinya adalah harus kena konteks bukan kena kosong. Konteksnya adalah hidup orang Papua sebagai pemilik hak untuk menentukan pembebasan di atas Tanah, kebudayaan, antropoligisnya sendiri dalam hal politik maupun spiritual.

 

Agus A. Alua Ater-Kristus Sejati Bagi Papua

Dalam merespons judul tulisan ini, pertanyaannya adalah bisakah “Agus A. Alua” dinobatkan sebagai “Alter-Kristus sejati dalam perjuangan pembebasan Papua? Paling kurang sudah dijelaskan dalam tulisan edisi (4/5) dengan pendekatan teori martir Yesus Kristus yang berjuang dalam konkrit kehidupan manusia hingga disalib secara tragis. Kematiannya membawa jalan menuju pembebasan bagi setiap orang. Konsep dasar demikin-lah hendaknya penulis tempatkan dalam diri pejuang Papua baik para imam maupun awam. Mereka sungguh-sungguh menyalipkan diri demi sebuh kebenaran yang mereka Imani. Dalam jalan yang sama seorang pejuang pembebasan asal Papua, Agus A. Alua menjelajahi bumi Papua dengan kebepihakan yang jelas bersama rakyat Papua. Maka kembali pada pertanyaan utama bisakah Agus A. Alua dinobatkan sebagai Alter-Kristus pejuang sejati Papua? Penulis akan menjawab secara derkriptif melalui gagasan Agus sendiri “harus kena konteks, bukan kena kosong! Dengan pengandaian pembebasan harus kena konteks, bukan kena kosong-dalam arti antropologis, spiritual (iman) dan politik. Bersambung!

Penulis Adalah Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Jayapura-Papua

Sumber:

Agus A. Alua, Papua Barat dari Pangkuan Ke Pangkuan, Jayapura (Biro Penelitian STFT “Fajar Timur”: 2000)

Agus A. Alua, Dialog Nasional-Papua dan Indoensia, Jayapura (Biro Penelitain STFT “Fajar Timur: 2002)

Agus A. Alua, Permulaan Pekabaran Injil di Lembah Baliem, Jayapura (Biro Penelitian STFT “Fajar Timur” : 2005)

Apakah “Kopasus” Bertanggung Jawab atas Kematian 3 Tokoh Papua? Lih. Kompasiana

 (16 Agustus 2011)

Komentar

Harus Kena Konteks, Bukan Kena Kosong

JOKOWI HIANATI DAN SALIBKAN LUKAS ENEMBE

Perang Dunia III : NKRI dan West Papua