Edisi 4/5 Alter-Kristus Pejuang Pembebasan Papua
(Mengenang Para Pejuang
Pebebasan Politik Papua)
Oleh, Mikael H. Aud
Yesus
Kristus adalah Sang Pejuang pembebasan dunia sejati. Dia sungguh Allah dan
sungguh Manusia yang bersolidaritas secara kongrit dalam penderitaan manusia
melalui karya, salib, wafat dan kebangkitan-Nya. Dia tidak berdiri netral alias
abu-abu, tetapi keberpeihakan-Nya jelas, adalah kepada kaum tertindas, kaum
termarginal, kaum miskin, tersingkir dalam sosial politik, sosial kemasyerakatan,
dan sosial agama.
Mereka
yang mengikuti Dia dan memperjuangan nilai yang sama adalah alta
est ego Kristus (sahabat Kristus) sejati_yang tidak sebatas menjadi seorang gembala mimbar, gembala
cerama, ataupun imam dan raja yang makan tidur di atas kemegahan penderitaan
umat. Atau berkotbah dari istana berbauh elitis kepada rakyat kecil tertidas
tentang surga, kebahagiaan, cinta kasih, lantas sama hasilnya nihil. Tetapi Alter-Kristus yang sejati yang
megwujudkan Kristus kepada yang lain dalam penderitaan, penindasan, kemiskinan,
bahkan taruhan nyawa seperti Kristus dan murid-murid-Nya yang menjadi martir di
jalan pembebasan.
Karena
itu penulis hendak ekposisikan para pejuang Papua sebagai Alter-Kristus sejati.
Marwah para tokoh yang tidak kalah jauh seperti Kristus yang tampil sampai urat
nadi di titik pengahabisan perjuangan pembebasan. Paling kurang bukan hanya
para gembala (imam dan pendeta) tetapi juga kaum awam di Papua.
Apa itu Alter-Kristus ?
Alter
berasal dari bahasa Inggris yang berarti merumbah, mengubah, atau menampakan.
Sedangkan Kristus dari bahasa Yunani,
Khrist’os, untuk terjemahan kata Mesias, berarti yang diurapi, dipilih atau
yang diutus. Dan Yesus berarti “Allah yang menyelamatkan.” Makna nama Yesus
Kristus berhubungan dengan siapa diri-Nya dan misi kedatangan-Nya ke dunia,
yakni dalam seluruh perjuangan pembebasan melalui karya, salib, wafat dan
kebangkitanNya (https://www.katolisitas.org/unit/apakah-arti-nama-yesus-kristus/).
Maka kata “Alter-Kristus” berarti merubah Kristus atau menampakan Kristus dalam
bentuk lain. Hal ini terdapat dalam tradisi ekaristi transubstansio roti dan
anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus melalui rahmat para imam (Konstantinus
Bahang, Sakraemen Ekaristi: 2022).
Tetapi
apakah arti Alter-Kristus sebatas
itu? Untuk menjelaskan ini penulis mendekatkan melalui teori martir. Kata martir sendiri menurut arti KBBI adalah
orang yang rela menderita atau berjuang sampai mati daripada menyerah atas
kebenaran. Sedangkan dalam penjelasan teori Martir adalah kematian Yesus
Kristus adalah sama dengan kematian para martir seperti rasul Yohanes, Simon
Petrus, Policarpus, dan para rasul serta para martir lainnya, yang rela
mengurbankan nyawa mereka bagi kebenaran akanYesus Kristus. Jadi seorang yang
berjuang karena kebenaran hingga pengahabisan nyawanya adalah martir. Maka
“alter Kristus” adalah bukan sekedar istilah yang merujuk kepada seorang imam
alah ekaristis tetapi mereka yang rela berjuang, berkorban, demi kebenaran,
pembebasan, perdamaian, kemanusian, sampai nyawa menjadi alat tawar seperti
Kristus di kayu salib.
Yesus Kristus Sang Pejuang Sejati
Paham
agama ataupun orang memandang Yesus Kristus selalu berhenti dalam sisi kealahaan
daripada memahami tuntas dalam kemanusiaan-Nya, yakni berhubungan dengan historitas-Nya.
Seperti ajaran doketisme yang menyangkal kemanusiaan Yesus, lantas Dia hanya
seolah-olah dalam tubuh manusia. Atau justru menyudutkan bahwa tubuh adalah
jahat dan roh adalah baik maka tidak mungkin Yesus menjadi manusia. Padahal
Yesus adalah selalin sungguh Allah tetapi Dia sungguh manusia yang melawan
penindasan sampai mati. Dia adalah perjuang sejati pembebasan bagi yang tertindas, yang
termarginal, miskin, dan dibunuh bodoh-bodoh oleh sistem politik penguasa dan
agamawan.
Tidak
lupa dengan sistem Pax Romana kerajaan romawi dan agamawan yang marginalkan
rakyat kecil di pinggiran kota, ditambah lagi dengan penindasan-perampasan atau
wajib perpajakan, serta penjajahan wilayah sampai negara Eropa, Afrika, bahkan
Asia untuk mengeksploitasi kekayaan, dan menerapkan hukum agama yang kejam, di
mana seorang yang melawan kekuasan dihukum mati, disalibkan.
Yosephus
ahli sejarah pada abad pertama mencatat penyaliban massal yang terjadi selama
perang Yahudi, termasuk penganiayaan di bawah Kaisar Tiberius pada 19 SM,
penghancuran Yerusalem pada 70 M. Penyaliban massal oleh tentara Romawi juga
dicatat oleh Lucius Anneus Seneca (4 – 65 M). Yesus pun mati dalam situasi
kongrit ini dan mati di salib dengan tulisan hina, “Ini Raja Orang Yahudi” (Iesus
Nasaremus, Rex Iodaeorum). Tetapi kiprah
perjuangan dan kematianNyalah sistem hukuman penyaliban dihapuskan oleh kaisar
Romawi Kristen pertama, Konstantin I, pada 337 M ( Baca, Mikael. H. Aud, Paskah
Sebagai Anemnese Kebebasan: 2023).
Perjuangan
Yesus jelas. Adalah demi pembebasan manusia dari dosa penindasan, dosa
penjajahan, dosa perampasan, dosa pelanggaran hak asasi manusia, dosa
pembunuhan yang menjadi hukum sepuluh perintah Allah (Kel 20 : 1-17). Barometer
ini diletakan kepada para pengikutnya. Dia membutuk sendiri Alter-Kristus
(Diri-Nya) yang dalam perjuangan untuk semua orang, seperti panggilan dua belas
rasul. Dan jelas yang mengikuti Dia nasip tragis mati demi pembebasan adalah
jalan mulia.
“Alter-Kristus” Pejuang Papua
Para
pejuang pembebasan yang penulis maksudkan di Papua adalah para imam, gembala,
dan para tokoh awam yang cukup getol mempersembahkan diri untuk memperjuangkan
nilai kemanusiaan orang Papua dari dosa, penjajahan, marginalisasi, kemiskinan,
pembunuhan, pelanggaran HAM dan hak-hak hidup. Dari sejak para perintis
(misionaris) yang membuka misi atas dasar Kristus yang tersalisb, wafat dan
bangkit. Tidak luput dalam memoria perjuangan pembebasan perintisan di Papua adalah mengawalinya oleh Kristen Protestan, Carl Wilhem Ottow (1826-1862) dan Johan
Gottlob Geisler (1830-1870) yang hadir dalam hidup masyarakat Papua di
Mansinam, Manokwari dengan pertama-tama mereka memberkati Tanah Papua dan
memberitakan injil agar orang Papua berdamai dengan Allah dan sesama (Sostenes
Sumihe, Pembangunan Papua Dimulai Dari
Mansinam: 2023). Kedua untuk Kristen
Katolik pada 22 Mei 1894 oleh Pastor
Kornelius Le Cocq D’Armandville dimulai dari Skroe dekat Fak-Fak, Papua yang
memulai dengan membaptis, memberitakan injil hingga nyawanya diterkam badai di pantai Mimika dalam kiprah perintisan ke wilayah
Selatan ( Izak Resubun, Sejarah Gereja
Katolik Indonesia dan Papua: 2013. Kemudian bermunculan berbagai para
misionaris yang meneruskan misi mengembalakan umat di Papua dan mendirikan
berbagai gereja-gereja megah, hingga tiba pada masa penjajahan Indonesia yang
sunggguh sistematis, sadis, tragis, massif membunuh, memperkosa,
mengekspolitasi, marginalisasi, teror, intimidasi, hingga rasialisasi dengan
kata-kata rendahan serta mempraktekan neobarbarisme atas agenda eksplotasi,
investasi, transmigrasi, dan lain sebaginnya dengan jalan pengintegrasian dari tahun
1961-hingga kini (Agus A. Alua, Papua
Barat Dari Pangkuan Ke Pangkuan : 2000) . Penjajahan yang sungguh ngeri
dengan berbagai tipu daya muslihat hanya demi kekuasaan di Papua. Memberikan
gula-gula politik seperti Otsus, DOB dan pembangunan lainnya hanya sebagai
tumbal pembelian nyawa orang Papua untuk secara legal dibantai habis-habisan
hingga musnah. Istilah-istilah tidak manusiawi pun dilabelkakan, KKB, KKSB,
separatis, hingga sekaligus KSB secara normatif.
Dalam
penjajahan demikianlah para tokoh pejuang Papua lahir di tengah-tengah dalam
keberpihakan yang jelas. Memperjuangakan hak hidup orang Papua dengan gigih,
kokoh, vocal, getol nyaring dari pena, suara, demosntrasi,advokasi, dialog
hingga nyawa menjadi pertaruahan perjuangan pembebasan menuju Tanah Damai Papua
(Neles Tebay, Dialog Jakarta-Papua:2015).
Beberapa potret tokoh-tokoh itu adalah: Pastor Nato Gobay yang menerima Yap
Thiam Hien sebagai penghargaan atas penegakan HAM dan meninggal mendadak pada
tahun 2025 diumur 61 tahun; Pastor Yulianus Mote yang juga cukul getol
menyuarakan HAM dan meninggal 4 Agustus 2019 karena jatuh pisang mendadak di
Bandar Udara Wamena; Pastor Neles Tebay seorang misiolog hebat, cemeralang,
vokal, penulis dan pengagas dialog Papua-Jakarta untuk penyelesaian konfilik Papua
yang berlangsung dari tahun 1961 silam, akibatnya meninggal mendadak di usia 55
tahun pada 14 April 2019; Uskup Timika,
Mgr. Jhon Philip Saklil adalah pembela hak masyarakat adat dengan gagasan
Tungku Api yang secara tegas menyeruhkan “Stop Jual Mama Tanah Papua, lantas
meninggal meninggal misterius 3 Agustus 2029 di usia 59 tahun; Kely Kwalik pemimpin pembela pejuang Papua
yang ditembak ketika membela hak tanah PT. Freepot yang dieksploitasi oleh
Indonesia sejak 1973 sebagai kehormatannya ibadah pemakaman dipimpin oleh uskup
Timika, Mgr. Jhon Saklil sebelum meninggal mendadak; bapak Arnol Ap seorang
antropolog seniman pembela HAM yang menyauarakan melalui ciptaan lagu-lagunya,
atas tuduhan polisi ditahan di rutan POLDA, dan ketika melarikan diri dari
tahanan ditembak di pantai Base-G pada 21 April 1984: Filep Karma seorang
pejuang sejati mendorong pembebasan Papua dari NKRI di Biak, yang sama halnya
dibunuh di pantai base-G; They Hiyo Uluay ketua Presidium Papua yang bersama
Tim 100 mendorong Dialog referendum pada 1999 dan menolak otsus 2001 diculik
dan dibunuh pada 10 November 2001 oleh Kopasus, bapak Agus A. Alua seorang ahli
kitab suci, penulis sejarah perjuangan pembebasan Papua enam seri, yang
menarisikan dialog nasional bersama Tim 100, pejuang sejati yang keras berpihak
kepada rakyat, dan saat menjabat ketua MRP meninggal mendadak pada 7 April
2011, akibat dari mendeklaraikan gagalnya otusus di Papua.
Beberapa
potret di atas adalah sebuah cerminan dari ribuan kasus pembunuhan oleh
Indonesia terhadap pemimpin pembebasan Papua dalam penjajahannya.
Keberpihakannya sratus persen kepada rakyat/umat seperti Kristus yang tersalib
oleh gencatan kekauasan Romawi atas pemenunhan pemebebasan dosa semua orang. Mereka
rela mengorbangkan diri sebagai jalan mulia di persimpangan pembebasan sampai
nyawa pun mereka pertaruhkan. Seperti contoh kata pastor Neles, bahwa posisi
Yesus jelas keberpihakan terhadap kaum miskin, tertindas, terjajah. Atau juga
oleh Theys Eluay dalam video yang dimuat laman facebook, bahwa diri mereka
sebagai pejuang tidak hanya berjuang dengan kata-kata tetapi di atas janji
hitam-putih siap menjadi martir demi pembebasan, keadailan, dan perdamian bagi
orang Papua. Maka mereka adalah Alter-Kristus yang sejati. Berani menyangkal
diri demi kebenaraan, perjuangan pembebasan. Bersambung!
Penulis
Adalah Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Jayapura-Papua
Sumber:
2023
Agus A. Alua, Papua Barat Dari Pangkuan
Ke Pangkuan, Jayapura (Biro Penelitian STFT “Fajar Timur” : 2000
Neles Tebay, Dialog Jakarta-Papua, Jaypura ( SKP:
2015)
Konstantinus Bahang, Sakramen Ekaristi: STFT “Fajar Timur”,
2022.
Komentar
Posting Komentar