Perang Dunia III : NKRI dan West Papua

 

 


(Deteksi Ekspolitasi SDA atau Merdeka dalam Hukum Humaniter )

 

Oleh, Mikael H. Aud

Kenapa  TNI/POLRI dan WPA OPM/TPNPB Berperang?

“ Saya melihat kedua bela pihak mengunakan kekerasan (TNI/POLRI dan TPNPB/OPM). Boleh dikatakan saat ini ada perang._Dunia tahu, saat ini perang terjadi antara Ukraina dan Rusia, tapi dunia tidak tahu bahwa di Papua ini juga ada perang. Bahkan Hampir setiap hari kita baca di surat kabar regional mengenai korban-korban yang berjatuhan ” (Kata seorang misionaris katolik asal Belanda, Prof. Nico Syukur Dister dalam unggahan video berdurasi 5 menit 35 detik).

Katakanlah 60 tahun lamanya gejolak kontak senjata atau perang gerilya antara Papua dan Indonesia ini berlangsung massif. Hingga penyelesaian pun menemui jalan buntut. Karena akar persoalan terus-menerus dimanipulasi oleh pihak penjajah, yakni Indonesia dan Amerika. Dan akar persoalan itu adalah jawaban bagi kenapa TNI/POLRI dan OPM/TPNPB berperang sampai saat ini?. Hendaknya menurut hemat penulis, pertanyaan ini adalah substansi persoalan yang ada di dalam tubuh sejarah dan sedang berlangsung.

Perebutan Papua : Sumber Daya Alam Papua

Telinga negara-negara berkembang di dunia sudah tak asing dengan kekayaan alam di west Papua. Karena itu perebutan Tanah Papua pun sangat alot terjadi sampai kini. Sebut saja dari kerajaan sriwijaya dan majapahit pada abad ke-13-14 yang melakukan perdagangan di wilayah raja Ampat Papua, kemudian mulai abad ke 16 sampai 19 ditandai dengan perdangangan, ekspedisi dan klonisasi wilayah Papua oleh negara-negara Eropa. Seperti Spanyol dan Portugal pada tahun 5511-1663, Inggris dan Jerman juga Prancis pada tahun 1768-1827.  Kemudian Belanda pada tahun 1606-1875 menguasai Papua hingga tahun 1940-1960 mempersiapkan sumber daya manusia dan memberikan kemerdekaan bagi Papua pada 1961 secara defakto. Selain Belanda juga ekspolitasi sumber daya alam Papua. Sesudahnya Amerika dan Indonesia merebut Papua melalui PBB dengan aneksasi kemerdekaan Papua pada 1 Mei 1963 demi kepentingan ekspoitasi sumber daya alam. Dengan demikian terhitunglah Belanda kuasai Papua selama hampir satu (1) abad atau 95 tahun. Sementara Indonesia menjajah Papua sampai sekarang adalah 60 tahun berjalan, yang dibaliknya adalah bersama Amerika termasuk menjajah Papua untuk kepentingan politik ekonomi tersebut (Agus, A. Alua, Papua Barat dari Pangkuan Ke Pangkuan; 2000).   

Dalam memperebutkan wilayah Papua oleh Indonesia ini sungguh diwarnai dengan peristiwa ironis. Terlepas dari perlawanan antara Indonesia dan Belanda dalam merembut dan mempertahankan, tetapi juga terjadilah perlawanan antara Papua terhadap Indonesia. Perlawanan ini sejak  tahun 1963 sampai sekarang masih membara. Esensi konflik ini adalah hanya melatarbelakangi dua poin substansial. Indonesia mempertahankan Papua hanya demi sumber daya alam Papua, sedangkan Papua melawan Indonesia adalah demi penentuan hak kemerdekaan yang telah dianeksasi tersebut. Maka tidak heran jika munculnya berbagai persoalan yang mewarnai di tanah Papua ini. Seperti pemerkosaan, pembunuhan, diskriminasi rasial, demonstrasi kontak senjata, otonomi khusus, DOB, dan lain sebagainya, yang sudah sedang bahkan seperti sarang laba-laba. Kemudian dimurumuskan oleh Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI) menjadi empat pesoalan utama, yakni 1) Sejarah dan status integrasi Papua ke Indonesia itu sendiri; 2) kekerasan dan pelangaran Ham sejak 1965 sampai kini yang nyaris nol keadilan; 3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang Papua di tanah sendiri; 4) kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan dan ekonomi di dalam tubuh otonomi khusus bahkan. Jadi katakanlah, munculnya persoalan lain ini adalah akumulasi dari persoalan utamanya yakni ekspolitasi SDA yang dilatarbelakangi oleh Indonesia bersama Amerika dan penentuan kemerdekaan Papua yang diperjuangkan oleh rakyat bangsa Papua.

PBB Harus Buka Mata : Papua dan Indonesia Perang Dunia III

Kontak senjata yang terjadi di Tanah Papua sejak tahun 1963 hingga kini 2023 adalah perang dunia ke III antara Indonesia dan Papua, yang sepatutnya PBB sebagai komunitas perdamaian internasional harus membuka mata untuk melihat persoalan Papua dan Indonesia. Karena Indonesia illegal menjajah Papua melalui junto cacat hukum dan moral PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) tahun 1969 dimenangkan Indonesia secara sepihak yang adalah kerangka atas New York Agreement ( 15 Agustus 1962) dan  Roma Agreement  ( 30 September 1062) yang disusun oleh Indoensia dan Amerika demi eksploitasi sumber daya alam di Papua. Apapun tawaran Indonesia baik melalui otsus dan DOB adalah manipulasi neoklonialisme di era ini Kenapa demikian, karena isi daripada DOB dan Otonomi khusus adalah politik pendudukan atau migrasi besar-besaran di Papua ((Markus Haluk, Road Map Para Pihak Untuk West Papua, 2023). Artinya Otsus dan DOB justru orang migran yang akan menduduki jabatan penting dalam pemerintahan boneka agenda NKRI tersebut. Selain agenda besar NKRI dalam RPJP (Rancangan Pembangunan Jangka Panjang) di tahun 2019-2045 adalah membangun segala bentuk pembangunan infrastruktur, transportasi, jaringan dan lain-lain demi percepatan ekspolitasi_mulai dari migas, sumur bor, kelapa sawit, penemabangan pohon, penangkapan ikan, PT. Free Port, dan lain sebagainya ( Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang  RPJMN 2020-2024). Dan itu lebih jahat lagi akan dieksploitasikan oleh negara-negara berkembang dunia, yang adalah kelompok G20 (19 negara Asia dan sebagain negara Eropa).

Alasan kenapa terjadinya perang antara Indonesia sudah jelas, maka perntanyaan lanjutannya, mengapa penulis menyebut  kontak senjata antara TNI/POLRI dan OPM/TPNPB adalah perang dunia III? Pertama, aneksasi Papua yang dilakukan Indonesia adalah melibatkan Amerika dan PBB dari tangan Belanda. Perang gerilya Papua terhadap Indonesia adalah merupakan posisinya Papua sebagai negara merdeka secara defakto yang dimanipulasi oleh kekuatan PBB yang di dalamnya adalah Amerika. Kedua, perang geriliya orang Papua terhadap Indonesia merupakan stading hukum humaniter internasional yang jelas. Di mana OPM/TPNPB tidak mengunakan alat tradisional. Jika mengunakan alat tradisional maka jelas itu adalah tindakan criminal yang kini Indonesia klaim sebagai KKB, KST dan lainnya. Dan pihak lawan OPN/TPNPB adalah TNI/POLRI yang merupakan kombatan NKRI. Karena itu perang ini adalah perang gerilya yang berhubungan langsung dengan dunia. Ketiga, OPM/TPNPB tidak menembak rakyat sipil karena itu adalah pelanggaran hukum humaniter. Keempat, Indonesia tidak mengkalim wilayah Papua sebagai wilayah penuh pelanggaran HAM. Itu artinya tindakan kekerasan dari tahun 1965 sampai sekarang adalah perang ekspansi wilayah merdeka, yakni wilayah west Papua oleh Indonesia untuk eksploitasi sumber daya alam. Kelima,  Indonesia sudah “disoroti” dari PBB dengan 18 pertanyaan untuk kunjumgan komisaris Ham PBB, tetapi tidak dilaksanakan, maka terbukti bahwa Indonesia sedang menyembunyikan luka busuknya dan sedang menipu fakta kebenaran dalam sejarah. Itu artinya pelanggaran Ham oleh Indonesia sangat merah di catatan hukum. Keenam, jika NKRI tidak menyelesaikan persoalan tersebut, maka NKRI tidak hanya manipulasi demi eksploitasi SDA tetapi justru disitulah letak perang dunia III di Papua. Karena Indonesia tidak mampu menyelesaikannya. Lantas hanya PBB yang tepat untuk mengatasi perssolan Papua. Ketuju, untuk melegitimasi posisi OPM/TPNPB telah disatukan dalam West Papua Army tahun 2019. West Papua Army adalah kombatan resmi ULMWP, yang adalah pemerintahan sementara yang telah diakui oleh negara komunitas internasional. Kedelapan, sebagai alat deteksi apakah perang gerilya antara TNI/POLRI dan OPM/TPNPB sebagai perang internasional (dunia III) setidaknya dapat ditinjau dalam konvensi Den Hag 1899 dan Konvensi Jenewa (1949). Tujuan dari lahirnya konvensi ini bukan untuk melarang perang tetapi mengatur tentang perang itu sendiri yang disebut dengan hukum humaniter (law of war). Di mana konvensi Den Hag mengatur tentang alat dan cara dalam berpenrang. Sedangkan konvensi Jenewa mengatur tentang  perlindungan korban perang. (Muhammad Rausan Fikri, Mengenal Sejarah Hukum Humaniter, 2021).  Kesembilan, perlu diklarifikasi istilah perang internasional (dunia). Istilah ini pertama-tama bukan merujuk pada wilayah yang mencakup seluruh dunia atau sebaliknya. Tetapi istilah dalam konteks perang dunia (internasional) adalah istilah yang merujuk pada perang yang dilakukan memiliki unsur perlibatan dan unsur hukum humaniter mengetegahinya. Unsur yang terlibat dan mengtegahi itu adalah lahirnya PBB sebagai komunitas perdamaian yang dibentuk usai perang dunia I dan II pada tahun 1945. Karena itu masalah Papua dan Indonesia adalah masalah internasional yang harus diselesaikan di dalam perundingan piagam Hak Asasi Manusia atas dasar konvenan Hak-hak Sipil dan Politik, konvenan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Elsam, DUHAM, 1948).

Penulis Adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat-Teologi “Fajar Timur” Abepura-Papua

 

 

Komentar

Harus Kena Konteks, Bukan Kena Kosong

JOKOWI HIANATI DAN SALIBKAN LUKAS ENEMBE

Edisi 5/5 Mengenang Agus A. Alua : Alter-Kristus Pejuang Papua