Papua Pengunungan: Bentangkan Merah Putih Sebagai Peralihan Isu
“West Papua aman-amankah?”
Oleh, Lewi Pawika
KabarPapua.com
menuliskan peristiwa yang terjadi di Wamena pada 15 Agustus 2023 bahwa “Papua
Pengunungan Betangkan Bendera Merah Putih Sepanjang 2.023 Km”. Ribuan warga kota Wamena, Kabupaten
Jayawijaya, Papua Pengunungan membentangkan benderah merah putih sepanjang 2
kilometer dari kawasan Jalan Poros Yosudarso , tepatnya Bundaran Bank BRI
hingga Sinakma, selasa 15 Agustus 20223. Peristiwa tersebut di pimpin Penjabat
Gubernur Papua Pengunungan Nikolaus Kondomo dengan di awali upacara singat, jelasnya.
Pembentangan bendara merah putih ini merupakan
inisiasi Pemerintah Provinsi Papua Pengungan dengan kolaborasi TNI-Polri. Hal
ini bertujuan untuk memeriahkan HUT yang ke-78 RI. Ujarnya.
Dalam peristiwa tersebut, Penjabat Gubernur Papua
Pengungan menyammpaikan sejumlah hal; pertama, bentangan bendera melibatkan 5.
000 waga. Forkopimda Papua Pengunungan dan Kabupaten Jayawijaya juga turun
berpartisipasi. Kedua, Bendera sepanjang 2.023 meter. DOB Papua Pengunungan ini
kita buat luar biasa untuk masyarakat betul-betul mengetahui dan mencita kepada
bangsa Indonesia. Ketiga, ia mengaku bangga dengan semangat para pelajar, tokoh
adat, ASN, TNI-Polri hingga penguyuban dapat pembentangan bendera merah putih
ini. Apalagi mereka membentangkan dengan mengunakan busana (seragam) masing-masing,
semuanya dengan semangat hadir untuk membentangkan bendera ini. Ini membawa
kebanggan bagi kita Papua Pengunungan. Keempat, pembentangan merah putih ini
merupakan terobosan bagi Papua Pengunungan sebagai daerah otonomi baru (DOB).
Terobosan ini menjadi bukti kepada dunia bahwa Provinsi Papua Pengunungan sudah
ada di Wamena. Dan kelima, ia mengajak seluruh lapisan masyarakat membangun
daerah dari pelosok untuk mensejatrakan rakyat; “mari kita jaga dan bagun
daerah agar setara dengan wilaya lain Indonesia”.
Berdasarkan kelima point diatas dan peristiwa yang
telah terjadi ini hemat penulis adalah bukan memeriahkan HUT yang ke 78 RI.
Tetapi ada motivasi yang tersembuyi dibalik peristiwa itu. Cobah kita melihat
fenomena social yang terjadi dari tahun 2019-2023 di Papua umumnya dan secara
khusus di Wamena yang tidak sesuai dengan harapan dan keiginan masyarakat.
Empat tahun yang lalu Mahasiswa/I Papua di teriaki
monyet (rasisme) di Surabaya pada 15 Agustus 2019. Ucapan rasis itu membuat
seluruh Papua goncang karena orang Papua sadar bahwa kami bukan monyet! Maka,
seluruh Papua menolak rasis itu dengan berbagai demonstrasi. Di Wamena terjadi
kericuan pada 23 September 2019 oleh seorang guru kepada siswa yang
mengakibatkan banyak korban jiwa dan luka-luka.
Sekertarian Keadilan, Pedamaian dan Keutuhan Ciptaan
(SKPKC) Fransiskan Papua mencatat dalam Seri Memoria Passionis no.40 bahwa
koflik yang terjadi sepanjang tahun 2021 sebanyak 15 kali (28: 2022). Akibat
dari konflik tersebut masyarakat Pengunungan Bintang, Provinsi Papua
Pengunungan, masyarakat Maybrat, Provinsi Papua Barat dan masyarakat Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, mengungsi
ke hutan. Kemudian, di tahun 2022, setelah merayakan HUT yang 77 tahun, terjadi
pula kasus mutilasi di Timika-Papua pada 22 Agustus 2022 (empat warga sipil
dimutilasikan oleh 6 anggota TNI dan 4 warga sipil non-Papua).
Kemudian, munculah kasus penculikan anak pada 23
Februari 2023 yang memakan begitu banyak korban jiwa manusia dan luka-luka di
Wamena.
Kembali lagi melihat sejarah pada 1962 peristiwa New
York Agreement. Peristiwa ini terjadi pada 15 Agustus 1962, perjanjian antara
Indonesia dan Belanda mengenai wilaya West New Guniea (Irian Barat) guna menyelesaikan perselisihan
mereka terhadap Irian. Namun samapai saat ini belum diselesaikan. Oleh karena
itu, beberapa tempat di Papua, pro kemerdekaan Papua telah mengeluarkan
sejumlah surat izin terkait asksi damai atau menuntut perjanjian tersebut. Bertepatan
waktu yang sama kelompoknya Penjabat Gubernur Papua Pengunungan telah
membentangkan bendera merah putih di Wamena, pada 15 Agustus 2023.
Adapun sejumlah masalah hari ini yang terjadi di
Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pengunungan seperti kasus penjualan
minuman keras yang mengakibatan pembunuhan dan ketidaknyaman masyarakat,
pencurian motor, pengunaan lem aibon anak dibawa umur, persoalan tanah,
distriminasi terhadap identitas orang Wamena, dan lain sebagainya. Dengan
sejumlah persoalan diatas ini sesuai dengan ungkapan Penjabat Gubernur Papua
Pengunungan, penulis hendak memberikan sejumlah catatan.
Pj. Gubernur
boleh mengatakan 5. 000 warga berpasrtisipasi dalam peristiwa ini tapi dari
mana warga itu? Apakah orang asli Papua Pengunungan ataukah bukan orang asli
Papua pengunungan? Engkau boleh mengatakan bahwa masyar akat Papua
Pengununganmencita Indonesia. Tapi bagaimana dengan nasib masyarakat
pengunungan Bintang yang sampai saat ini masih di Hutan? Letaknya dimana
kecintaan Indoensia terhadap masyarakat Papua umumnya dan khususnya mereka yang
sedang di hutan? Nikolaus Komdomo boleh mengatakan bahwa ini salah satu
kebanggan bagi kita di Provinsi Papua Pengunungan, tapi yang hendak dibanggakan
apa? Sementara tanah milik masyarakat asli Wamena sedang direbut oleh
pemerintah! Anda boleh mengatakan bahwa ini terobosan kepada dunia bahwa Papua
Pengunungan telah membentangkan bendara merah putih. Itu niat yang baik! Namun
bagi penulis terobosan itu hendak menutupi sejumlah persoalan di Wamena.
Seperti beberapa kasus yang disebutkan diatas. Yang hendak dijaga dan dibangun
apa? Yang hendak menjaga apa? Sementara kehidupan social di Kabupaten
Jayawijaya, Provinsi Papua Pengunungan mengalami banyak kericuan. Dari semua
pertanyaan di atas, pertanyaan yang paling mendasar adalah kenapa di tanggal
15? Ada apa dengan tanggal 15 dalam sejarah hidup orang Papua?
Sebenarnya bahwa peristiwa ini merupakan peralihan isu
saja. Atau menutupi semua luka dan penderitaan orang Papua Pengunungan. Sebab,
motiasinya adalah TNI-Polri bersama Iskariot Papua Pengunungan (Kondomo, Banua
dan kepala suku plat merah) mau menyatakan kepada dunia bahwa Papua sudah
mencitai Indonesia. Itu berarti bahwa sejumlah luka busuk, penderitaan, air
mata, diskriminasi, genosida, pembunuhan, pemerkosaan, konflik, rasisme,
ketidakadilan dan penindasan di Papua-Jayawijaya sudah di diselesaikan. Papua
aman-aman saja. Kita boleh mengatakan demikian, tetapi sejarah tidak pernah
menipu terhadap realitas yang pernah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi.
Komentar
Posting Komentar