DOB Suatu Wacana Kekeliruan
4 min read
Oleh : P. Pilamo Oagay
Masyarakat pada kekeliruan atas semua wacana yang telah dibuat
pemerintah karena tanpa argument yang pasti telah berbuah manis pemekaran
provinsi. Seakan masyarakat menerima tanpa basah-basih walaupun masyarakat ada
yang kontra pemerintah tidak mampu untuk menjelaskan pada akhirnya keputusan
itu suatu paksaan sehingga masyarakat mengalami kekeliriuan.
Hal ini suatu kefatalan pemerintah sebagai pemimpin Negara tanpa
memikirkan secara bijak. Sehingga ketika pemekaran itu jatuh semua pada keliru
dan membentuk dua kubuh yakni pro dan kontra. Semua ide pemerintah otak
mengandung suatu nepotisme dan nafsu akan segalah sesuatu menguras masyarakat
dalam segalah bentuknya namun tubuh dikuasai konsumerisme walaupun hidup mewah
mengiginkan yang lebih mewah suatu idealisme yang menjajah secara inperialis.
Pemekaran Provinsi
Pemekaran provinsi adalah pengabungan wilayah administrasi yang
dikepalai oleh gubernur dengan alasan dengan mudah dapat dikontrol oleh
petinggi negaral dalam hal ini presiden. Pemekaran provinsi dilakukan
berdasarkan undang-undang yang tercatat nomor 23 tahun 2014. Setelah Indonesia
dapat diakui oleh Belanda sebagai Negara bagian dapat membentuk 8 provinsi
kemudian setelah melihat terdiri dari berbagai pulau yang menjiwai maka kembali
memekarkan menjadi 34 provinsi(Verelladevanka Adryamarthanino Compas.com).
Tiga provinsi baru di Papua itu secara terpaksa tanpa
mempertimbangkan musti dimekarkan. Hari kamis 30-6-2022 menjadi sejarah atas
tiga provinsi baru yang telah dimekarkan, tiga provinsi ini pemekaran dari
provinsi Papua yakni Papua tenggah wilayah adat Mepago, Papua pegunungan
wilayah adat Lapago, Papua selatan wilayah adat Animha(http://www.detik.com/edu/detikpedia).
Realitas Masyarakat atas Pemekaran
Provinsi
Provinsi yang telah dimekarkan oleh pemerintah sebuah isuh
hangat di kalangan semua masyarakat. Di awak media terlalu menonjol secara
terus menerus dibahas tanpa ada bosan yang diselimuti. Karena hal tersebut
menjadi suatu ancaman besar bagi masyarakat. Masyarakat merasa dengan adanya
pemekaran tersebut akan menyebabkan suatu kepunahan segalahnya yang telah
dimilikinya.
Dihiraukan akan adanya kepunahan hak ulayat adat, budaya. Hak
ulayat adat sebuah wilayah telah diincar untuk menduduki pembangunan kebutuhan
kantor dan perumahan lainnya dengan demikian masyarakat tidak memiliki ruang
gerak yang bebas. Hak itu dirampas oleh pemerintah secara tidak langsung
masyarakat mengalami kepunahan. Budaya terasa punah karena adanya pemekaran
pengaruh yang besar. Papua khususnya masyarakan kuat akan budaya hidup
bergantungan erat oleh sebab itu sangat menghiraukan akan kepunahan.
Alasan apa sangatlah tidak jelas kenapa pemekaran Provinsi itu harus
dimekarkan. Wacana pemerintah membuat masyarakat pada kekeliruan sampai-sampai
terbagi dalam dua kubuh yakni pro dan kontra. Tanpa sebab alasan sekecil apa
pun Jokowi tanpa bosan kunjungan ke Papua secara terus menerus. Ternyata
kunjungannya membawa mala petaka bagi Papua dengan memekarkan Provinsi baru.
Kehadirannya meninjau dan mencari sensasi di hadapan masyarakat
sehingga semua dengan semangat yang berkobar-kobar menyambut kehadirannya.
Tanggapan setiap masyarakat dengan kehadirannya seolah-olah menghujat bahwa
hanya dierah Jokowi Papua dapat keadilan yang utuh, tidak lagi dapat
memperlakukan seperti anak tiri. Jokowi sakingnya makan puji menerjunkan wacana
yang membuat masyarakat keliru.
Gambaran situasi sosial politik
Jatuhnya pemekaran sementara ketiga wilayah sedang tidak baik-baik
saja namun diselimuti dengan berbagai persoalan sosial dan politik. Persoalan
sosial yang kerap dialami masyarakat hak ulayat yang dirampas oleh PT asing di
wilayah Papua Selatan yang diresmikan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono
MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate) pada tahun 2010 di Merauke.
Dengan adanya PT muncul suatu perkara besar bagi masyarakat karena merampas
berhektar-hektar hak ulayat. Tanpak dari setiap pengelolaan ada tiga bagian
yang dikelola yakni lahan industri karet (970. 000 ha), kelapa sawit (300. 000
ha), dan tanaman pangan (69. 000 ha). Merasa kerugian akan hak ulayat secara
besar-besaran pemilik merasa terancam punah dengan memikirkan akan kemana anak
cucunya(Fenomena Papua Esai-Esai Sosial, Alexandro Rangga, hal 5).
Dengan mengigat akan hal ini pemekaran yang dimekarkan wajad
yang lebih membunuh serasa hampa yang tak ada habisnya, hunian selalu memberi
daya yang legah kini seakan menjadi neraka. Telah diperlihatkan hanya satu
masalah namun masih sekian banyak yang tersembunyi dalam alunan kebijakan tidak
jelas oleh pemerintah. Persoalan politik yang dialami salah satunya adalah
masalah Papua merdeka yang semakin hari meraja lelah di atas tanah Papua yang
tidak ada redahnya. Bukanya semakin hari membaik atas persoalan tersebut korban
di mana-mana dari tahun 2019 sampai saat ini menjadi suatu keheboan di bibir
media namun sampai pemerintah sendiri menjadi profokator besar dalam agen
berita. Saling mengembalikan fakta tak ada hentinya pemerintah pulah yang
menjadi oknum atas persoalan politik tersebut.
Dalam persoalan tersebut banyak masyarakat jiwa-jiwa melayang walaupun berita
media kita diperdengarkan konflik atas persoalan politik ini kontak senjata
terjadi TNI vs OPM. Namun disela itu yang korban adalah masyarakat sipil entah
itu Papua maupun non-Papua.
Masyarakat menjadi bisu dan menerima penderitaan atas perlakuan
yang dilakoni oleh pemerintah. Dalam traumatis itu pemerintah memberikan
pemekaran sebagai solusi namun pihak masyarakat masih memandang bahwa sebagai
ancaman yang lebih kejam tetapi dengan cara yang halus. Alasan itulah yang
menjadi suatu pertimbangan berat atas wacana pemerinta mengenai pemekaran.
Solusi atas Tindakan Pemerintah
Soal keterbukaan antara pemerintah dan masyarakat tidak
diperlihatkan sama sekali sehingga masyarakat pada keliru dengan penegakan.
Soal keadilan dalam persfektif pemerintah sangat minim, hak masyarakat diambil
ahli oleh pemerintah. Bila melihat dengan kacamata yang jernih masyarakat
adalah tali pusat kenapa demikian? Karena adanya masyarakat pemerintah itu ada
tujuan dari pada itu untuk mengarahkan menuju pada tingkat kesejahteraan agar
secara saksama merasakan.
Alangkah baiknya menggadakan sosialisasi yang layak untuk dapat
menerima mengatasi dusta yang terlingkup diantara kedua pihak yakni masyarakat
dan pemerintah. Untuk menjelaskan dampak positif dan negative yang akan
dihadapi setelah adanya pemekaran. Namun masyarakat dapat memahami dengan
pengertian yang jelas disitu menjadi suatu kejelasan dan bila menjadi pro dan
kontra pemerintah kembali dapat meremuk untuk langkah terbaik yang musti
diambil. (*)
Penulis Adalah Mahasiswa STFT “FajarTimur-Jayapura Papua.
Komentar
Posting Komentar