Part III Membongkar Kedok Busuk Pemerintah dan TNI Polri NKRI di Tengah Masyarakat Jayawijaya

 


( Analisa dan Refleksi Social )

Oleh: Lewi Pabika 

Otsus-DOB sudah disahkan dalam Undang-Undang Nomor 14 (Provinsi Papua Selatan), nomor 15 (Provinsi Papua Tengah) dan nomor 16 (Provinsi Papua Pengunungan) tahun 2022. Kemudian, Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat dapat dilanjutkan.

Pada tulisan ini tak terlepas dari tulisan yang sebelumnya tentang “Membongkar Kedok Busuk Pemerintah dan TNI Polri NKRI di Tenggah Masyarakat Jayawijaya”. Sehingga penulis berusaha menganasisa perubahan social yang terjadi sepanjang bulan Januari-Juni tahun 2023 ketika adanya Provinsi Papua Pengunungan. Pertanyaan mendasar dalam tulisan kali ini adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah dan TNI Polri di Kabupaten Jayawijaya ketika hadirnya Provinsi?

 Pertanyaan tersebut tak terlepas dari antropologi manusia Lapago-Hubula. Juga tidak terlepas dari program utama Bupati Jhon Ricard Banua tentang pembangunan filosofis Wen, Wam dan Wene (3W). Jika melihat dari antropologi manusia Hubula “filosofis 3W” rupanya sangat mengamcam eksistensinya ketika hadirnya provinsi dan dijadikan pusatnya di kabupaten Jayawiaya. Sebab persoalan tentang pembangunan kantor Provinsi masih ada dalam masalah. Masalnya adalah letak kantor pembangunan Provinsi yang secara paksa dengan kekuatan militer dibangun di Molama-isokma adalah tempat dimana masyarakat Wouma dan sekitarnya-Jayawijaya menjadikan sebagai sumber kehidupan “wen”. Kalo sudah begitu, masyarakat setempat mau mencari sumber kehidupan dimana? Juga Bupati dapat menyusukseskan programnya dimana? Oleh karena itu, baiklah kita melihat kedok busuknya.

Pertama, perosalan tanah “pembangunan kantor Provinsi”. Pemerintah pusat dan Jayawijaya dibawa pimpinan Wamendagri Jhon Wempi Wetipo (JWW) dapat berhasil membuat masyarakat dalam polarisasi. Polarisasi tersebut membuat masyarakat harus melahirkan konflik horizontal. Karena sebagian masyarakat mendukung kantor pembangunan Kantor Gubernur “sudah di bajar dengan uang” dan sebagian masyarakat yang tidak mendukung pembangunan kantor Gubernur “masyarakat yang masih hidup dari tanah-wen). Rupanya lebih banyak masyarakat yang tidak mendukung. Makanya, hari ini dengan kekuatan militer sedang membangun proses pembangunan kantor Gubernur. Dalam hal ini pihak militer sedang memperkosa Undang-undang pasal 13 nomor 2 tahun 2002.

Kedua, pemerintah Jayawijaya “Bupati dan Jajarannya”. Bupati memilih dan memduduki semua elemen lembaga di pemerintahan sesuai dengan orang-orang “kaum intelektual” yang bisa sepaham dan dirinya “bupati” alias 11/12. Sehingga pemerintah yang disebut wakil rakyat menjadi ketua rakyat. Maka, menyebabkan pembangunan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Misalnya, persoalan tanah diatas, masyarakat sedang menangis tapi menerintah sedang tertawa diatas kursi jabatannya.

Ketiga, TNI Polri. Kebusukan TNI Polri di Jayawijya ada dua point. Pertama dalam kaitan dengan togel. Kedua, berusaha melahirkan konflik. Togel di Kabupaten Jayawijaya menjadi hal yang utama. Pertanyaannya, kenapa pihak TNI Polri tidak mengatasi persoalan ini? Rupanya TNI Polri sedang bekerja sama dengan ageng “pemilik togel” tersebut. Hasil dari togel 30% diterima oleh TNI Polri. Maka, TNI Polri juga menjadi pelaku sehingga sulit untuk diatasi.

Sedangkan, dalam kaitan dengan konflik. Pada bulan April 2023 antara distrik Libarek dan Kurulu terjadi sebuah konflik horizontal. Konfliknya sangat tidak masuk akal. Pihak keamanan melaporkan eksodusnya demikian; pada tanggal 29 April 2023, pukul 15: 30 Waktu Papua, bertempat di jalan Trans Wamena-Kurulu-Kampung Waga-Waga terjadi pengerusuhan Kantor Koramil 1702-05 dan pembakaran rumah warga sipil yang dilakukan oleh 50 masyarakat asli. Hal tersebut dikarenakan akibat pelemparan batu oleh warga masyarakat kepada TNI yang sedang melintasi jalan dari Mambramo ke Jayawijaya. Sehingga TNI turun dari Mobil dan menankap Amandus Logo. Amandus Logo dapat ditangkap dan di bawa ke Polsek Wamena Kota. Namun masyarakat tidak terima kenyataan tersebut sehingga melakukan tindakan merusak Kantor koramil, pembakaran dan lain sebaginya (Via Online, Whats App Group, Distrik Silo Karno Doga, 29 April 2023). Sebarnya itu bukan persoalannya. Persoalannya militer hendak berkeinginan membaung maskasnya di wilaya tersebut. Maka, berusaha melahikan konflik supaya Negara menilai bahwa daerah tersebut daerah konflik maka perlu ada pembangunan kantor militer dan penambahan militer. Yang sebetulnya jika itu kasus akibat dari miras, kenapa tidak bubarkan tempat jual beli dan pembuatan miras? Inikan aneh. Itu berarti dibalik itu ada sesuatu. Sesuatu itu adalah kedok busuknya mereka.

Tunggu episode berikut: Bersambung………….

*Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Fajar Timur”


Komentar

Harus Kena Konteks, Bukan Kena Kosong

JOKOWI HIANATI DAN SALIBKAN LUKAS ENEMBE

Perang Dunia III : NKRI dan West Papua

Edisi 5/5 Mengenang Agus A. Alua : Alter-Kristus Pejuang Papua